Reformasi Polri Dipertanyakan: Penanganan Kasus Setyono Mandek di Polres Mojokerto Kota

Mojokerto, Beritaglobalnews.com — Penanganan perkara dugaan tindak pidana perampasan yang dilaporkan Setyono, warga Kelurahan Wates, Kecamatan Magersari, kembali menuai sorotan publik setelah ia menerima Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) tertanggal 11 November 2025 dari Polres Mojokerto Kota.

Surat bernomor B/534/SP2HP Ke-2/XI/RES.1.24/2025/Reskrim itu menjelaskan bahwa penyidik masih melakukan pemeriksaan saksi serta mengumpulkan keterangan terkait dugaan pelanggaran Pasal 333 KUHP dan Pasal 368 KUHP yang terjadi pada 24 September 2025 di halaman kantor PT BFI Finance Kota Mojokerto.

Namun demikian, hingga hampir dua bulan sejak laporan dibuat, pelapor menilai penanganan kasusnya tidak menunjukkan perkembangan signifikan.

Pelapor: “Kasus jelas, tapi penanganannya berlarut-larut.”

Kepada awak media Beritaglobalnews.com, Setyono menyampaikan kekecewaannya terhadap lambatnya proses penyidikan yang ia nilai tidak sesuai dengan standar waktu yang seharusnya berlaku.

> “Saya hanya ingin keadilan. Kejadian jelas, saksi ada, bukti ada. Tapi penanganannya sangat lambat. Seharusnya laporan diproses sesuai waktunya. Kenapa malah berlarut tanpa kepastian?”

Ia menambahkan bahwa langkah-langkah penyidikan yang mestinya cepat justru terasa tersendat tanpa alasan jelas.

ELTS: Penyidikan Harus Sesuai Batas Waktu KUHAP

Ketua Umum Firma Hukum ELTS, Agus Sholahuddin yang juga menjadi penasehat hukum korban menyampaikan bahwa KUHAP sudah mengatur batas waktu penyidikan yang wajib dipatuhi aparat.

> “Undang-undang sudah memberikan batasan waktu penyidikan. Tidak ada alasan untuk memperlambat. Ini soal kepastian hukum bagi korban.”

Agus menegaskan bahwa dalam era reformasi Polri, setiap penyidikan harus dilakukan secara profesional, transparan, dan akuntabel.

> “Kami dari ELTS akan terus mengawal kasus ini agar tidak mangkrak. Korban berhak atas keadilan dan kepastian hukum.”

Batas Waktu Penyidikan Menurut KUHAP

Sebagai acuan hukum, KUHAP dan regulasi terkait menetapkan batas waktu penyidikan sebagai berikut:

• Perkara Mudah: ± 30 hari.

• Perkara Sedang: ± 60 hari (dapat diperpanjang 30 hari).

• Perkara Sulit: ± 90 hari (dapat diperpanjang 30 hari).

• Perkara Sangat Sulit: ± 120 hari (dapat diperpanjang hingga 120 hari).

Dengan laporan yang sudah berjalan sejak 24 September 2025, pihak penasehat hukum mempertanyakan alasan keterlambatan mengingat kasus ini dinilai memiliki konstruksi yang jelas terdapat saksi, bukti, serta lokasi kejadian yang tegas.

Opini Redaksi: Reformasi Polri Tidak Boleh Hanya Slogan

Pimpinan Redaksi Beritaglobalnews.com, Edi, turut memberikan pandangan kritis mengenai lambatnya penanganan kasus tersebut.

> “Dalam era Reformasi Polri seperti saat ini, lambatnya penanganan perkara yang memiliki bukti awal kuat sangat mencederai kepercayaan publik. Masyarakat berhak mendapat pelayanan hukum yang cepat dan tidak berbelit.”

Edi menilai bahwa SP2HP yang bersifat normatif tanpa progres konkret menunjukkan masih adanya gap antara semangat reformasi dan pelaksanaannya di lapangan.

> “Reformasi Polri bukan hanya tulisan di bawah surat resmi. Reformasi harus tercermin dalam kinerja, ketepatan waktu penyidikan, dan keberpihakan pada kepastian hukum, terutama bagi masyarakat kecil.”

Ia menegaskan bahwa media akan terus mengawal prosesnya agar tidak tenggelam dalam pemeriksaan yang berlarut-larut.

Desakan Percepatan dan Transparansi

Pelapor bersama tim hukumnya menyatakan siap menyampaikan surat keberatan resmi apabila dalam waktu dekat tidak ada perkembangan berarti. Mereka meminta Polres Mojokerto Kota untuk menunjukkan langkah nyata sesuai ketentuan KUHAP dan prinsip pelayanan publik Polri.

Masyarakat kini menantikan komitmen Polres Mojokerto Kota dalam menuntaskan perkara ini, sebagai bukti bahwa Reformasi Polri bukan hanya semboyan, melainkan benar-benar hadir dalam praktik penyidikan dan pelayanan hukum. (*Red)

Riski

Recent News