Rakyat Bersatu Menolak DPR, Pemerintah Terus Berlindung di Balik Kekuasaan

Opini Oleh: Edi

Pemimpin Redaksi Berita Global News. Com

Pada tahun 2001, Gus Dur dengan keberanian politiknya pernah mengeluarkan dekrit untuk membubarkan DPR. Namun, saat itu rakyat tidak banyak yang mendukung langkah tersebut.

Dua dekade kemudian, sejarah justru berbalik arah. Kini, tahun 2025, suara rakyat dari berbagai penjuru negeri bersatu menuntut hal serupa: membubarkan DPR yang dianggap hanya menjadi sarang kepentingan elite. Ironinya, kali ini rakyat berdiri tegak, tetapi tidak ada lagi sosok pemimpin seberani Gus Dur.

Gelombang massa yang tumpah ruah di berbagai daerah menandakan krisis kepercayaan paling serius terhadap lembaga legislatif. DPR bukan lagi dianggap sebagai representasi rakyat, melainkan simbol pengkhianatan demokrasi, tempat lahirnya undang-undang pesanan, transaksi politik, dan kompromi yang mengorbankan kepentingan publik.

Namun, pemerintah hari ini memilih bersikap seolah tuli. Alih-alih mendengar jeritan rakyat, mereka lebih sibuk menjaga kursi kekuasaan dan melindungi parlemen yang sudah kehilangan legitimasi. Rakyat yang turun ke jalan justru dicap anarkis, sementara pejabat yang menjarah uang negara tetap aman di balik pagar hukum.

Inilah paradoks negeri ini: ketika seorang pemimpin berani berdiri melawan sistem busuk, ia dijatuhkan. Tetapi ketika rakyat bangkit, tak ada satu pun pemimpin yang berdiri di barisan terdepan. Yang tersisa hanyalah kekuasaan yang semakin jauh dari nurani rakyat.

Sejarah mencatat, keberanian Gus Dur tidak pernah lahir dari kompromi, melainkan dari tekad menjaga martabat bangsa. Pertanyaan besar kini menggantung di udara: apakah bangsa ini masih mampu melahirkan pemimpin yang berani menempatkan rakyat di atas kepentingan partai dan oligarki?

Rakyat sudah bersuara. Yang dipertanyakan bukan lagi kesabaran rakyat, melainkan keberanian pemerintah: mau mendengar, atau terus membiarkan negeri ini digilas oleh kerakusan wakil-wakilnya sendiri? *(Red)

Riski

Recent News