Kades Mlaten :  Tanah Gedung Sanggar Seni Itu Bukan Tanah LSD. 

MOJOKERTO, Beritaglobalnews.com – Proyek pembangunan gedung sanggar seni Desa Mlaten Kecamatan Puri Kabupaten Mojokerto dikecam warga. Pasalnya, Pembangunan fisik yang menelan anggaran 300 juta tersebut, dibangun diatas Lahan Sawah yang Dilindungi (LSD).

 

“Dari awal kami menolak jika lokasi ini dijadikan lokasi wisata. Ini kan tanah LSD. Sudah kami laporkan ke Kejaksaan. Belum selesai dan masih proses, malah ada proyek baru lagi.” Ungkap Yanto salah satu perwakilan Warga. Sebelumnya, warga Desa Mlaten sudah melaporkan Kepala Desa Mlaten Kejaksaan Negeri Kabupaten Mojokerto terkait alih fungsi tanah LSD menjadi lokasi pujasera dan wisata kolam renang.

 

Yanto yang merupakan tokoh masyarakat juga mempertanyakan pengelolaan anggaran pembangunan gedung seni oleh TPK. “Bangunan seperti ini menghabiskan dana 300 juta, saya kira sebagai masyarakat ini tidak layak, dugaan kami ini ada unsur korupsi.” Ungkapnya.

 

Beberpa perwakilan warga yang mengecam hal tersebut mendatangi lokasi pembangunan pada Rabu, (22/01) dengan didampingi LSM LIRA Kabupaten Mojokerto.

Iwan Setiyanto selaku Bupati LSM LIRA Kabupaten Mojokerto menegaskan, akan terus mengawal masyarakat Dusun Bedog Desa Mlaten. Ia yang hadir dengan beberapa anggota LSM LIRA lainnya menegaskan akan fokus mengawal beberapa hal, yakni alih fungsi tanah LSD dan carut marut pembangunan gedung seni.
“Bahkan setelah kepala desa ini dilaporkan ke kejaksaan, masih nekat membangun gedung kesenian ini. Padahal laporan warga yang awal dibangun pujasera masih dalam proses.” Tegasnya

 

Selain terkait pembangunan diatas tanah LSD, Iwan Setianto juga mendapatkan laporan warga. Bahwa bangunan gedung seni ada pemeriksaan dari inspektorat terkait molornya pembangunan. Menurut warga, sesuai aturan proyek fisik yang bersumber anggaran dana BK tahun 2024 seharusnya sudah selesai pada 31 Desember 2024.
“Sampai hari ini tanggal 22 Januari 2025 pembangunannya belum selesai, ini kenapa. Dan apakah bangunan seperti ini senilai 300 juta bisa dipertanggung jawabkan.” Terangnya.

 

Dilokasi berbeda, Kepala Dusun Bedog Desa Mlaten Moh. Parli ketika ditemui dikediamannya, mengiyakan lokasi bangunan gedung seni berdiri diatas Tanah Kas Desa yang berstatus lahan Sawah yang Dilindungi (LSD). ” Itu (lokasi pembangunan) tanah kas desa, benar statusnya LSD.” Terangnya.

 

Parli juga mengiyakan, bahwa dirinya merupakan salah satu Tim pelaksana Kegiatan (TPK) pembangunan gedung seni. namun ketika ditanya terkait permasalahan pengerjaan, dirinya mengaku tidak tahu menahu. “Saya awalnya diajak berunding dan dijadikan salah satu TPK, namun ketika akan berjalan, saya sama sekali tidak dilibatkan.” Terangnya.

 

Parlin menyayangkan tidak dilibatkannya warga dusun bedog yang menjadi lokasi pembangunan berada. “Warga dusun bedog hanya saya yang jadi TPK, tapi tidak pernah diajak berunding. Semua dikendalikan Pak Alun selaku Ketua TPK dan Pak Budi suami Bu Kades selaku bendahara TPK.” Ungkapnya.

 

Sementara itu, Kepala Desa Mlaten ketika ditemui di Kantor Kepala Desa Mlaten memberikan penjelasan terkait pembangunan Gedung Seni. Ia menerangkan bahwa sesuai RAB memang pembangunannya tidak sampai 100 persen. “Pajaknya itu besar, jadi 300 juta itu tidak murni untuk bangunan. Kita membangun itu sesuai RAB perencanaan. Tapi kan kita itu bertahap pembangunannya, sekarang 300 juta bangunan seperti itu kokohnya.” Ungkapnya.

 

Masih kata Kades, terkait pembangunan gedung seni, Ia menerangkan beberapa pos pengeluaran lainya. “Kita juga bertahap itu memang dibelakang belum selesai. cukupkah uang segitu, belum dipotong pajak dengan honor. Kita dengan pendampingan kejaksaan, kepolisian, perencanaan itu sudah berapa BOP dan uang 300 juta itu tidak murni 300 juta.” Terangnya.

 

Disinggung terkait status tanah kas desa yang menjadi lokasi pembangunan, Kades menegaskan bahwa tanah tersebut bukan merupakan tanah LSD. “Itu bukan tanah LSD, kami sudah ke DPMD, sudah ke bagian hukum, saya membangun itu sudah menyurat ke jamannya Bupati Pungkasiadi. Itu lahan hijau tapi diperbolehkan adalah peruntukan wisata, agro tanaman apalagi sekarang untuk ketahanan pangan, kalau tidak boleh mengapa sekarang dikerjakan,” pungkas Kades.

 

Mengkonfirmasi pernyataan Kadus Bedog Moh. Parli selaku anggota TPK yang merasa tidak dilibatkan, Kades membantah pernyataan tersebut. “Untuk Pak Parli anggota TPKnya dilibatkan atau tidak, Justru pak polo Parli itu yang mencarikan tukang. Saya ambil garis besarnya jadi TPK saya ada pak Dwi Widodo, pak Ahmad, pak Sumidi, pak Saswiyanto, pak Budiardi dan pak Polo Parli jadi ada 6 orang.” Terangnya.

 

Menambahkan hal tersebut, Sekertaris Desa Mlaten Arif Zakaria mempertanyakan kinerja TPK terkait salah satu anggota TPK yang merasa tidak dilibatkan. “Padahal justru sebaliknya, kita menanyakan bagaimana kinerja sampai terjadinya miskomunikasi antara anggota satu dengan lainnya.” Ujarnya.

Masih menurut Sekdes, pihak pemerintah desa berupaya memberikan teguran terhadap kinerja TPK, baik secara lisan maupun tertulis setidaknya tiga kali. Terkait molornya pengerjaan.

 

Sekdes membenarkan adanya kendala yang dihadapi TPK, nulai dari bahan hingga pekerja pembangunan. ” Itu dari alasannya TPKnya, alasan pekerjanya yang molor. Padahal sudah diberikan anggarannya tersebut kepada anggota secara penuh. ” Ujarnya.

 

Lebih lanjut, Sekdes menjelaskan bahwa, bukan diperpanjang, namun oleh tim monev Pemkab Mojokerto ada tenggang toleransi, sejauh tidak lebihi dari 10% dari sisa target pembangunan.
“Di himbau kalau finishing saja tolong diselesaikan, bukan yang tidak selesai. cuman finishing saja,” pungkas Arif Zakaria Sekdes Mlaten tersebut. (Gih)

admin

Recent News