Mabuk Tabrak Satu Keluarga, Uji Nyali Lawan Hukum dengan Nama Media & LSM, Publik Tantang Polisi: Beranikah Hukum Tajam ke Atas?

Bojonegoro, Beritaglobalnews.com – Sabtu, 23 Agustus 2025, sebuah tragedi memilukan terjadi di ruas jalan Burno, Bojonegoro. Seorang pria bernama Ridwan alias Farid, yang diketahui merupakan pengelola parkiran Terminal Bojonegoro, diduga dalam kondisi mabuk mengendarai mobil Daihatsu Sigra merah maron bernomor polisi S 1411 CB secara ugal-ugalan.

Saat nekat menyalip bus dan melintasi marka jalan, mobil yang dikendarai Ridwan menghantam sepeda motor Honda Beat merah bernopol S 4356 ABW yang ditumpangi satu keluarga. Benturan keras itu menyebabkan tiga korban luka berat:

1. Suminah (51): patah tulang paha.

2. Ahmad Muali (33): patah tulang bagian pinggang.

3. Dwi Putri R (26): patah tulang kaki. Padahal, rencana pernikahannya sudah ditetapkan pada 28 September 2025 dan undangan telah tersebar.

Namun, alih-alih menunjukkan penyesalan, Ridwan justru memperlihatkan arogansi luar biasa. Dalam rekaman pesan suara yang beredar, ia dengan sombong berkata:

> “Terminal itu gudangnya wartawan dan LSM. Menantu saya wakil ketua Radar Bojonegoro. Seakan-akan hukum ini milik saya!”

Pernyataan ini menampar rasa keadilan publik dan seolah-olah melecehkan wibawa hukum. Bagaimana mungkin seorang pelaku kecelakaan dalam keadaan mabuk yang menyebabkan korban luka berat merasa kebal hukum hanya karena memiliki jaringan dengan media dan LSM?

Kasus ini tidak boleh dibiarkan. Polisi harus membuktikan bahwa hukum tidak bisa dipermainkan oleh orang yang merasa berkuasa. Aparat penegak hukum wajib:

1. Menetapkan Ridwan sebagai tersangka atas dugaan kelalaian dan mengemudi dalam pengaruh alkohol.

2. Melakukan tes alkohol secara terbuka agar publik mengetahui kebenarannya.

3. Mengawal proses hukum sampai vonis pengadilan, bukan hanya damai di jalan atau diselesaikan di bawah meja.

Jika aparat penegak hukum tidak bertindak tegas, publik bisa menganggap bahwa hukum benar-benar hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas.

Media dan LSM yang berintegritas juga harus bersuara. Profesi jurnalis dan aktivis seharusnya menjadi garda terdepan pembela keadilan, bukan tameng pelaku kejahatan.

Masyarakat Bojonegoro dan seluruh Indonesia harus ikut mengawal kasus ini. Ini bukan sekadar kecelakaan lalu lintas – ini adalah ujian wibawa hukum dan keberanian aparat menegakkan keadilan.

Mari buktikan bahwa hukum bukan milik segelintir orang yang merasa kebal, tetapi milik seluruh rakyat yang menuntut keadilan! (*Red).

Riski

Recent News